Selasa, 27 November 2012

Makalah Gejolak Buta Huruf di Indonesia


PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG MASALAH
Buta aksara merupakan jendela untuk melihat dunia. Artinya, jika orang bisa membaca, dia melihat dunia baru dan segala perkembangannya, termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) serta teknologi informasi (TI). Itu berarti bahwa pemerintah belum bisa mencapai tujuan tersebut. Walaupun sudah dilakukan upaya-upaya untuk memberantas buta aksara, tetapi buta aksara masih banyak, karena terdapat banyak kendala-kendala yang dihadapi, misalnya mereka yang buta aksara itu tidak mau belajar membaca, menulis, berhitung serta berkomunikasi. Walaupun sudah ada kemauan tetapi terhambat oleh kemiskinan. Setiap pemerintah daerah harus menganggarkan 20% untuk pendidikan di APBDnya, dan pemerintah juga harus membiayai pendidikan warganya  alias menggratiskan biaya sekolah minimal sampai ke tingkat SMP.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian buta huruf?
2.      Bagaimana gejolak buta huruf di Indonesia?
3.      Bagaimana cara penyelesaian buta aksara?
4.      Apa kendala yang dihadapi dalam memberantas buta aksara?
5.      Apa contoh upaya nyata yang dilakukan pemerintah Indonesia?

C.    TUJUAN
1.    Mengetahui pengertian buta huruf.
2.      Mengetahui gejolak buta huruf di Indonesia.
3.      Mengetahui cara penyelesaian buta aksara.
4.      Mengetahui kendala yang dihadapi untuk memberantas buta aksara.
5.      Mengetahui contoh upaya nyata yang dilakukan pemerintah Indonesia.

PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN BUTA HURUF
Buta aksara adalah ketidakmampuan membaca dan menulis baik bahasa Indonesia maupun bahasa lainnya. Buta aksara juga dapat diartikan sebagai ketidakmampuan untuk menggunakan bahasa dan menggunakannya untuk mengerti sebuah bacaan, mendengarkan perkataan, mengungkapkannya dalam bentuk tulisan, dan berbicara. Dalam perkembangan saat ini kata buta aksara diartikan sebagai ketidakmampuan untuk membaca dan menulis pada tingkat yang baik untuk berkomunikasi dengan orang lain, atau dalam taraf bahwa seseorang dapat menyampaikan idenya dalam masyarakat yang mampu baca-tulis, sehingga dapat menjadi bagian dari masyarakat tersebut.

B.     BUTA HURUF DI INDONESIA
Tabel Penduduk Buta Huruf di Indonesia Menurut Kelompok Umur Tahun 2011
No
Provinsi
Umur 0-15
Umur 15-44
Umur 45 ke atas
1.
Aceh
4,16
1,28
12,21
2.
Sumatera Utara
3,17
1,66
6,85
3.
Sumatera Barat
3,80
1,30
8,67
4.
Riau
2,39
1,01
7,01
5.
Kepulauan Riau
2,33
1,01
8,06
6.
Jambi
4,48
1,46
12,82
7.
Sumatera Selatan
3,35
1,16
9,02
8.
Kepulauan Bangka Belitung
4,40
2,02
10,73
9.
Bengkulu
4,87
1,37
14,07
10.
Lampung
4,98
1,11
13,93
11.
DKI Jakarta
1,17
0,45
3,25
12.
Jawa Barat
4,04
0,95
11,24
13.
Banten
3,75
1,12
12,11
14.
Jawa Tengah
9,66
1,56
22,96
15.
DI Yogyakarta
8,51
0,60
20,49
16.
Jawa Timur
11,48
2,52
26,28
17.
Bali
10,83
3,15
25,40
18.
Nusa Tenggara barat
16,76
5,65
42,70
19.
Nusa tenggara timur
12,37
5,81
25,98
20.
Kalimantan Barat
9,97
4,24
25,03
21.
Kalimantan tengah
3,14
1,22
9,10
22.
Kalimantan selatan
4,34
1,50
11,81
23.
Kalimantan Timur
3,01
1,11
8,92
24.
Sulawesi Utara
1,15
0,67
2,06
25.
Gorontalo
5,31
3,29
10,59
26.
Sulawesi Tengah
5,49
3,15
11,71
27.
Sulawesi selatan
11,93
4,84
27,61
28.
Sulawesi barat
12,39
6,49
28,39
29.
Sulawesi tenggara
8,71
3,15
24,43
30.
Maluku
3,37
1,93
6,93
31.
Maluku Utara
3,99
1,87
10,31
32.
Papua
35,92
34,83
40,95
33.
Papua Barat
7,59
5,53
14,90

Indonesia
7,19
2,30
17,89

Dengan karakteristik untuk dapat mencapai target sasaran penurunan buta huruf harus diperluas ke penduduk berusia tua. Sejumlah provinsi dengan tingkat penyandang buta aksara cukup tinggi di antaranya Papua, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Barat, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan  Nusa Tenggara Timur (NTT).
Secara global, Indonesia termasuk dalam daftar 34 negara yang angka buta hurufnya tinggi. Global Monitoring Report menyebutkan negara Indonesia  ada di peringkat ke tujuh setelah antara lain China, India dan Bangladesh. Total angka buta huruf di Indonesia tersebut di atas merupakan 9% dari jumlah total penduduk Indonesia. Dua pertiga atau sekitar 66% di antaranya adalah perempuan yang berlatar belakang keluarga miskin atau tinggal di daerah terpencil. Sekitar 77% dari populasi buta huruf tersebut adalah orang dewasa berusia 45 tahun ke atas, sedangkan sisanya berusia antara 15 tahun dan 45 tahun. Angka buta aksara menurut jenis kelamin masih memperlihatkan ketertinggalan dan keterbatasan kesempatan bagi perempuan dalam  mengenyam  pendidikan. Baik di perkotaan maupun di perdesaan menunjukkan bahwa angka buta aksara pemuda perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki. Di samping itu, angka putus sekolah yang juga tinggi dan peserta program pemberantasan buta huruf tidak dipelihara secara baik sehingga kemampuannya merosot atau bahkan lenyap.
Buta aksara yang ada di Indonesia sebenarnya telah ada sejak zaman penjajahan. Dari pihak negara penjajah memang telah disengaja agar rakyat Indonesia menjadi lebih terbelakang dan bodoh-bodoh agar nantinya tidak merugikan mereka yang menjajah. Pada masa tersebut, tidak ada sekolah untuk rakyat yang bukan keturunan “ningrat”, sehingga rakyat Indonesia yang miskin sama sekali tidak ada kesempatan untuk mengenyam pendidikan dan terjadilah buta aksara. Hal ini sama sekali tidak menguntungkan rakyat Indonesia sendiri, karena menjadikan penjajah makin lama menduduki Indonesia.
Buta huruf bukan sekadar tidak mampu membaca dan menulis, melainkan berpotensi menimbulkan serangkaian dampak yang sangat luas. Kesuksesan penuntasan buta aksara bisa meningkatkan indeks atau kualitas pembangunan manusia. Dan sebaliknya, kegagalan penuntasan buta aksara akan berdampak negatif, tidak cuma pada penurunan indeks pembangunan manusia, tapi juga menjadi penghambat pembangunan pada sektor lainnya. Pemberantasan buta aksara tidak dapat langsung dilaksanakan. Namun  memerlukan waktu dan perancangan program yang tepat.
Dirjen PLSP Depdiknas Fasli Jalal (2004) mengatakan, buta aksara disinyalir menjadi salah satu penghambat suksesnya wajib belajar 9 tahun. Dan berdasarkan penelitian, kalau orangtua buta aksara, maka ada kecenderungan anaknya tak sekolah; jikapun sekolah, berpotensi untuk putus sekolah.
            Tinggi dan masih bertambahnya jumlah buta aksara karena masih ditemukan banyak siswa usia SD yang tidak sekolah atau putus sekolah. Putus sekolah anak SD ini, lanjutnya menjadi penyumbang terbesar bagi bertambahnya jumlah buta aksara di Indonesia karena menurut penelitian UNESCO, jika peserta pendidikan sekolah dasar mengalami putus sekolah khususnya ketika dia masih duduk di kelas I hingga kelas III, maka dalam empat tahun tidak menggunakan baca tulis hitungnya, maka mereka akan menjadi buta aksara kembali. Belum lagi masih banyak anak Indonesia yang belum memiliki kesempatan untuk masuk sekolah karena orang tua atau keluarganya tidak mampu. Kondisi ini memaksa orang tua untuk mempekerjakan anak mereka untuk mendatangkan pemasukan tambahan bagi keluarga. Indonesia dapat dikatakan negara yang tergolong cepat dalam pemberantasan buta aksara. Bahkan hal ini telah diakui oleh badan-badan dunia seperti UNESCO, UNICEF, serta WHO. Hal ini menjadi sebuah prestasi tersendiri bagi pemerintah Indonesia khususnya. Oleh karena itu, setiap tahunnya pemerintah mempunyai target sendiri dalam upaya memberantas buta aksara.
Mengingat pentingnya penuntasan buta aksara, maka sejak tahun 1946 sampai kini Pemerintah RI memprogramkan pemberantasan buta aksara tersebut. Gerakan Pemberantasan Buta Aksara secara besar-besaran mulai dilakukan di bawah pemerintahan Presiden Soekarno. Program yang berlanjut dengan program belajar Paket A teringrasi pendidikan mata pencaharian. Keberhasilan program ini ditandai dengan penghargaan dari UNESCO berupa Avicenna Award kepada Presiden Soeharto di tahun 1994. Pada tanggal 2 Desember 2004 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mendeklarasikan Gerakan Nasional Percepatan Pemberantasan Buta Aksara. Untuk mewujudkan hal itu, tahun 2006 keluar instruksi presiden nomor 5 tahun 2006 Gerakan Wajib Belajar 9 Tahun. Namun ternyata GPBA di Indonesia belum sepenuhnya menjangkau setiap daerah.

C.    PENYEBAB BUTA HURUF DI INDONESIA
Faktor-faktor yang membuat seseorang menjadi buta aksara, diantaranya:
1.      Penyebab buta aksara yang terjadi di Indonesia adalah karena mereka tidak pernah bersekolah sama sekali atau putus sekolah yang disebabkan oleh banyak faktor yang diantaranya adalah faktor budaya, sosial, politik, ekonomi, dan gender.
2.      Kemiskinan.
Kemiskinan adalah faktor utama yang membuat seseorang menjadi buta aksara karena untuk makan sehari-hari juga masih sulit apalagi untuk mengenyam bangku sekolah,  meskipun sekarang sudah yang namanya Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tapi dana tersebut banyak di korupsi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
3.      Jauh dengan layanan pendidikan.
Layanan pendidikan yang jauh juga menjadi faktor seseorang menjadi buta aksara, contohnya saja di daerah pedalaman atau daerah terpencil sangat jauh ke sekolah dasar sekalipun, apalagi ke sekolah lanjutan. Mereka yang di daerah terpencil harus berangkat pagi-pagi sekali atau jam lima pagi karena jarak rumahnya dengan sekolah sangat jauh.
4.      Orang tua menganggap bahwa sekolah itu tidak penting.
Orang tua menganggap bahwa sekolah adalah perbuatan yang sia-sia, tidak penting dan lebiih baik menyuruh anak mereka untuk membantu berladang, berternak, berjualan,menggembalaa hewan, atau bahkan mereka mereka menyuruh anak mereka untuk mengemis atau ngamen di jalan.

D.    CARA PENYELESAIAN BUTA HURUF
Buta aksara dapat diselesaikan dengan berbagai cara, diantaranya   dengan:
1.      Mengurangi jumlah anak yang tidak bersekolah.
Pemerintah harus berupaya untuk menekan anak usiaa sekolah yang tidak sekolah dan putus sekolah yang diakibatkan oleh masalah kemiskinan, maupun yang diakibatkan oleh jauh dari layanan pendidikan.Membuat cara-cara baru dalam proses pembelajaran.
2.      Membuat cara-cara yang baru yang asyik agar peserta didik tidak bosan untuk belajar dan menjaga kemampuan beraksara bagi peserta didik.
3.      Adanya niat baik dan sungguh-sungguh dari pemerintah.
Pemerintah harus mempunyai niat yang baik, sungguh-sungguh dan serius untuk memberantas buta aksara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia.
4.      Pemerintah pusat bekerjasama dengan pemerintah daerah beserta ormas-ormas lain untuk keberhasilan pelaksanaan program ini agar angka buta aksara di Indonesia dapat berkurang semaksimal mungkin. Diharapkan dengan adanya bantuan dari ormas lain, angka buta aksara dapat berkurang lebih cepat dan lebih terarah.
5.      Pemerintah dapat bekerjasama dengan dinas pendidikan dimana upaya pemberantasan buta aksara dilaksanakan oleh perguruan tinggi, utamanya oleh mahasiswa. Hal ini dikarenakan: (pertama) para mahasiswa dapat dijadikan sebagai tutor yang telah mempunyai bekal kemampuan akademis dan usia yang masih muda sehingga mempunyai idealisme yang tinggi dalam rangka pencapaian tugas yang akan dibebankan. (kedua) mahasiswa akan lebih intens bertemu dengan warga belajar karena berada di lingkungan warga belajar. (ketiga) dengan pendekatan ini diharapkan waktu untuk pemberantasan akan empat kali lebih cepat dibanding dengan yang ditangani oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan organisasi lain. (keempat) adanya sebuah fakta bahwa nilai mahasiswa di mata masyarakat masih sangat tinggi sehingga diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap program ini juga meningkat.
6.      Pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 5 tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara.
7.      Pemerintah menerapkan strategi untuk pemberantasan buta aksara seperti yang diusulkan oleh UNESCO, yaitu (pertama) pemetaan jumlah penyandang buta aksara secara tepat. (kedua) perluasan informasi dan sosialisasi pentingnya melek aksara. (ketiga) pemberdayaan sekolah formal dan nonformal bekerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM). (keempat) program pendidikan membaca secara inovatif melalui kegiatan di luar sekolah. (kelima) menjalin kemitraan dengan UNESCO.
8.      Perlunya keterlibatan berbagai pihak dalam upaya percepatan pemberantasan buta aksara.
9.      Pemutakhiran data buta aksara secara objektif dan komprehensif.
10.  Sosialisasi program pendidikan keaksaraan kepada masyarakat luas, terutama pada masyarakat pedesaan agar jumlah penduduk buta aksara menurun melalui berbagai media.
11.  Memperbesar alokasi dana penuntasan buta aksara pada APBN dan APBD yang saat ini terkesan sangat kecil.
12.  Mempersiapkan, menyediakan dan meningkatkan kapasitas penye-lenggaraan pendidikan keaksaraan fungsional seperti ketenagaan, baik tenaga pelaksana maupun tutor, meningkatkan insentif atau kesejahteraan bagi pelaksana, tutor dan penyelenggara pendidikan keaksaraan fungsional lainnya, menyediakan sarana dan prasana pendidikan keaksaraan.
13.  Meningkatkan kinerja pendidikan dasar bagi kelompok usia sekolah guna menghindari penambahan jumlah buta aksara akibat bertambahnya angka putus sekolah.
14.  Menata sistem manajemen pendidikan keaksaraan fungsional, yang berbasis pada masyarakat (community based management), meliputi perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi.
15.  Menyelenggarakan proses pembelajaran bagi orang dewasa (andragogi) secara efektif, partisipatif dan tematik.
16.  Menjalin kemitraan dengan stakeholders seperti kerjasama dengan perguruan tinggi melalui berbagai aktivitas, di antaranya program Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan Praktek Pengalaman Lapangan yang berkelanjutan, terutama pada fase pemberantasan dan pembinaan. Dengan strategi komprehensif seperti itulah akan bisa diberantas masalah buta aksara di negeri ini.
17.  Media sosial bisa membantu pengentasan buta aksara di Indonesia Pemerintah menganggap jika media sosial bisa membantu pengentasan buta aksara di Indonesia. Selain media ini populer di tanah air, keberadaannya digandrungi oleh anak-anak. Indonesia adalah pasar potensial di dua media sosial mainstream tersebut. Untuk itulah pemerintah melalui Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal (PAUDNI) Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata menganjurkan para pendidik dan pengajar menggunakan media tersebut (internet) dalam proses belajar mengajar. Inilah potensi plus yang dimiliki oleh Indonesia. Dari potensi ini sektor pendidikan pun bisa digarap.
      Pemberantasan buta aksara bukan saja tugas pemerintah semata tapi itu tugas kita semua selaku generasi penerus bangsa. Jadi semua pihak harus berpartisipasi untuk memberantas buta aksara, contohnya ibu-ibu PKK harus ikut serta, organisasimasyarakat (Ormas), mahasiswa yag sedang Kuliah Kerja Nyata (KKN), dan anggota TNI yang mempunyai program TNI Manunggal Aksara.

E.     KENDALA YANG DIHADAPI DALAM PEMBERANTASAN BUTA HURUF
Banyak sekali kendala yang dihadapi pemerintah untuk memberantas buta aksara mulai dari peserta didik sampai kepada anggaran biaya untuk kegiatan tersebut. Kendala tersebut dapat diperinci sebagai berikut:
1.      Keterbatasan kemampuan peserta didik berbahasa Indonesia sehingga proses pembelajaran terhambat. Peserta didik biasanya tidak bisa menggunakan bahasa Indonesia sehingga terjadi kendala yang dihadapi oleh pengajar yang mengajar karena tidak nyambungnya bahasa yang dipergunakan, pengajar menggunakan bahasa Indonesia sedangkan peserta didik berbahasa daerah.
2.      Peserta didik kurang aktif dan masih malu-malu untuk mengikuti pembelajaran. Peserta didik yang kurang aktif dalam pembelajaran mungkin karena peserta didik bosen dan malas dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dan malu untuk mengikutinya. Sehingga banyak sehingga yang sudah mengikuti kegiatan tersebut yang tidak melanjutkan lagi.
3.      Masih adanya anak usia sekolah yang tidak bersekolah. Masih banyak ditemui anak usia sekolah yang seharusnya sekolah tapi mereka malah berada di tempat-tempat yang tidak layak, contohya mereka mengamen dan mengemis di perempatan di kota-kota besar, ada juga yang memulung sampah baik di tempat pembuangan sampah atau di jalan-jalan, kalau di pedesaan banyak yang menggembalakan hewan ternaknya.
4.      Banyak yang putus sekolah setip tahunnya. Banyak anak usia sekolah yang sudah bersekolah setengah jalan tapi tidak dilanjutkan atau putus sekolah.  Hal ini disebabkan oleh factor kemiskinan. Meskipun sudah ada Bantuan Operasional Sekolah tapi sebagian dari mereka tidak menikmati dana tersebut karena diselewengkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
5.      Pengajar yang kurang Professional. Pengajar harus seprofesional mungkin, pengajar harus mempunyai cara-cara dalam proses pembelajaran dan pengajar harus di beri pelatihan lagi oleh dinas pendidikan.
6.      Program pemberdayaan bukan sebagai program berkelanjutan tapi hanya program sesaat. Program memberantas buta aksara yang seharusnya menjadi program berkelanjutan malah menjadi program yang sesaat. Hal ini bisa terjadi karena pengajar dan peserta didik bosan dan bisa juga anggaran atau gaji untuk para pengajar tidak lagi turun.
7.      Kemampuan pemerintah (dalam penyediaan dana) yang terbatas. Pemerintah harus menyediakan anggaran pendidikan mininmal 20% di APBDnya, namun anggaran tersebut sering diselewengkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
8.      Banyak masyarakat penyandang buta aksara sudah terlalu tua sehingga kemampuan menyerap ilmu lebih lambat, belum lagi yang menderita gangguan pebgluhatan karena usia mereka yang sudah tidak muda lagi.
9.      Adanya data yang tidak valid atau peserta fiktif. Hal ini dikarenakan mungkin karena tidak ada peminat untuk mengikuti diklat dalam upaya pemberantasan buta aksara. Mereka yang tidak ikut kebanyakan telah mempunyai kesibukan sendiri seperti bekerja di saawah ataupun menjadi ibu rumah tangga.
10.  Dalam pelaksanaan program, terlalu memakan waktu sehingga tidak efisien bagi mahasiswa yang mempunyai kesibukan sendiri.

F.     CONTOH UPAYA NYATA YANG DILAKUKAN PEMERINTAH INDONESIA
Contoh  nyata upaya pemerintah dalam  program pengentasan buta aksara ini antara lain pada tahun 2005, Depdiknas telah menyusun Rencana Strategis Pembangunan Pendidikan Nasional; (Renstra Depdiknas) untuk tahun 2005 -2009 yang menitik beratkan kepada terwujudnya kehidupan  masyarakat, Bangsa dan Negara yang aman, bersatu, rukun dan damai, terwujudnya masyarakat bangsa dan negara yang menjunjung tinggi hukum, kesetaraan dan hak asasi manusia serta terwujudnya perekonomian yang ampuh menyediakan kesempatan kerja dan penghidupan yang layak serta memberikan pondasi yang kokoh bagi pembangunan yang berkelanjutan, yang dilandasi keimanan, ketaqwaan dan akhlak mulia.
      Guna mewujudkan  itu, Menteri Pendidikan Nasional pada tahun 2006 sampai sekarang  ini telah menetapkan 3 pilar kebijakan pembangunan pendidikan agar setiap pengambil keputusan dan operator pendidikan di pusat maupun daerah memiliki komitmen bersama tentang pemerataan dan perluasan akses yang diarahkan pada upaya memperluas daya tampung satuan pendidikan sesuai dengan prioritas nasional, serta memberikan kesempatan yang sama bagi semua peserta didik dari golongan masyarakat yang berbeda, baik secara sosial, ekonomi, gender, lokasi tempat tinggal dan tingkat kemampuan intelektual serta kondisi fisik. Kebijakan tersebut ditujukan untuk meningkatkan kapasitas penduduk Indonesia agar dapat belajar sepanjang hayat dalam rangka pemenuhan hak warga negara terhadap pendidikan.
      Dari contoh di atas, dapat kita simpulkan bahwa pendidikan sangatlah diutamakan, demi terwujudnya esensi dari pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Sangat jelas di sini bahwa Pemerintah Indonesia sangat menjunjung tinggi pendidikan dan selalu berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui upaya pengentasan buta aksara, mulai dari Wajib Belajar 9 tahun hingga sekolah gratis dan program pemberantasan buta aksara yang diperuntukkan warga yang bukan anak-anak lagi. Namun pemberantasan buta aksara tidak lagi cukup pada membuat warga yang belum melek huruf  mampu membaca dan menulis. Program itu mesti diarahkan dan diintegrasikan untuk memberdayakan masyarakat menjadi lebih sejahtera. Upaya pemberantasan buta aksara diintegrasikan  juga untuk membuat warga berdaya dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, dan kehidupan berbangsa. Tantangan sekarang bukan sekadar buta aksara hilang, tapi membuat warga berdaya untuk memperbaiki taraf hidup.
      Pemerintah telah menetapkan fokus pemberantasan buta aksara. Fokus pemberantasan buta aksara tersebut terutama di daerah transmigrasi, pesisir, sekitar hutan, dan kepulauan. Selain itu, sasaran  juga diperkuat bagi masyarakat perbatasan, masyarakat perkotaan yang belum terlayani, santri/pesantren tradisional, serta komunitas adat terpencil. Hal ini dikarenakan, masyarakat yang tinggal di daerah ini belum mampu secara ekonomi untuk menuntaskan belajar formal mereka, serta kurangnya tenaga pengajar yang ada di daerah ini.
  Pemberantasan buta aksara merupakan salah satu fokus penting untuk memperbaiki indeks pembangunan manusia di tiap-tiap daerah. Berhasilnya program pemberantasan buta aksara akan membuat warga percaya diri dan berdaya untuk keluar dari kemiskinan dan keterbelakangan.












PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Buta aksara adalah ketidakmampuan seseorang untuk membaca dan menulis. Indonesia mempunyai banyak masyarakat yang masih buta huruf.  Angka buta aksara di Indonesia masih tergolong tinggi mengingat banyaknya angka putus sekolah serta masyarakat yang belum mampu untuk membiayai sekolah. Pemerintah sendiri mempunyai berbagai cara untuk mengurangi angka buta aksara di Indonesia. Cara yang ditempuh dapat dilaksanakan melalui program sekolah gratis, bekerjasama dengan dinas pendidikan maupun ormas lain untuk memberikan diklat khusus kepada penyandang buta aksara, mengurangi jumlah anak yang tidak bersekolah, dll
Namun banyak sekali kendala yang dihadapi pemerintah untuk memberantas buta aksara mulai dari peserta didik sampai kepada anggaran biaya untuk kegiatan tersebut.

B.     SARAN
Seharusnya pemerintah harus lebih tegas dalam merancang sebuah program agar pada akhirnya suatu program dapat terlaksana dengan baik. Selain itu, pemerintah harus bekerjasama dengan pihak lain agar angka buta aksara di Indonesia dapat berkurang. Harus ditambahnya tenaga pengajar dan diberikan pelatihan-pelatihan lagi. Semua pihak harus ikut berpartisipasi. Apalagi pihak akademisi harus berperan aktif untuk mremberantas masalah buta aksara ini, misalnya mahasiswa harus mengajar satu orang yang buta aksara.


DAFTAR PUSTAKA

Permana, Heru Hairudin. 2011. Buta Huruf. http://herhaiper.blogspot.com/2011/06/buta-huruf.html. Diakses pada tanggal 01 November 2012.
Yuliana. 2007. Buta Aksara di Indonesia.  http://yuliartikel.blogspot.com/2007/11/buta-aksara-di-indonesia.html. Diakses pada tanggal 01 November 2012.
Wilastinova, Reny Fatma. 2011. Upaya Pemberantasan Buta Aksara di Indonesia. http://renyfatma.wordpress.com/2011/04/13/upaya-pemberantasan-buta-aksara-di-indonesia/. Diakses pada tanggal 01 November 2012.
Ratman, Dadang Rizki. 2011. Persentase Pemuda yang Buta Aksara Menurut Kelompok Umur, Jenis Kelamin dan Tipe Daerah (2009). http://kppo.bappenas.go.id/preview/236. Diakses pada tanggal 01 November 2012.
“Pemberantasan Buta Aksara di Indonesia Belum Merata”.    Metrotvnews 8 September 2012. http://www.metrotvnews.com/read/newsvideo/2012/09/08/159044/Pemberantasan-Buta-Aksara-di-Indonesia-Belum-Merata. Diakses pada tanggal 01 November 2012.


1 komentar: