PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG MASALAH
Buta
aksara merupakan jendela untuk melihat dunia. Artinya, jika orang bisa membaca,
dia melihat dunia baru dan segala perkembangannya, termasuk ilmu pengetahuan
dan teknologi (iptek) serta teknologi informasi (TI). Itu berarti bahwa
pemerintah belum bisa mencapai tujuan tersebut. Walaupun sudah dilakukan
upaya-upaya untuk memberantas buta aksara, tetapi buta aksara masih banyak,
karena terdapat banyak kendala-kendala yang dihadapi, misalnya mereka yang buta
aksara itu tidak mau belajar membaca, menulis, berhitung serta berkomunikasi.
Walaupun sudah ada kemauan tetapi terhambat oleh kemiskinan. Setiap pemerintah
daerah harus menganggarkan 20% untuk pendidikan di APBDnya, dan pemerintah juga
harus membiayai pendidikan warganya alias menggratiskan biaya sekolah
minimal sampai ke tingkat SMP.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa
pengertian buta huruf?
2. Bagaimana
gejolak buta huruf di Indonesia?
3. Bagaimana cara penyelesaian buta
aksara?
4. Apa kendala yang dihadapi dalam
memberantas buta aksara?
5. Apa contoh upaya nyata yang
dilakukan pemerintah Indonesia?
C. TUJUAN
1. Mengetahui pengertian buta huruf.
1. Mengetahui pengertian buta huruf.
2. Mengetahui
gejolak buta huruf di Indonesia.
3. Mengetahui cara penyelesaian buta
aksara.
4. Mengetahui kendala yang dihadapi
untuk memberantas buta aksara.
5. Mengetahui contoh upaya nyata yang
dilakukan pemerintah Indonesia.
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
BUTA HURUF
Buta
aksara adalah ketidakmampuan membaca dan menulis baik bahasa Indonesia maupun
bahasa lainnya. Buta aksara juga dapat diartikan sebagai ketidakmampuan untuk
menggunakan bahasa dan menggunakannya untuk mengerti sebuah bacaan,
mendengarkan perkataan, mengungkapkannya dalam bentuk tulisan, dan berbicara.
Dalam perkembangan saat ini kata buta aksara diartikan sebagai ketidakmampuan
untuk membaca dan menulis pada tingkat yang baik untuk berkomunikasi dengan
orang lain, atau dalam taraf bahwa seseorang dapat menyampaikan idenya dalam
masyarakat yang mampu baca-tulis, sehingga dapat menjadi bagian dari masyarakat
tersebut.
B.
BUTA HURUF DI INDONESIA
Tabel
Penduduk Buta Huruf di Indonesia Menurut Kelompok Umur Tahun 2011
No
|
Provinsi
|
Umur
0-15
|
Umur
15-44
|
Umur
45 ke atas
|
1.
|
Aceh
|
4,16
|
1,28
|
12,21
|
2.
|
Sumatera
Utara
|
3,17
|
1,66
|
6,85
|
3.
|
Sumatera
Barat
|
3,80
|
1,30
|
8,67
|
4.
|
Riau
|
2,39
|
1,01
|
7,01
|
5.
|
Kepulauan
Riau
|
2,33
|
1,01
|
8,06
|
6.
|
Jambi
|
4,48
|
1,46
|
12,82
|
7.
|
Sumatera
Selatan
|
3,35
|
1,16
|
9,02
|
8.
|
Kepulauan
Bangka Belitung
|
4,40
|
2,02
|
10,73
|
9.
|
Bengkulu
|
4,87
|
1,37
|
14,07
|
10.
|
Lampung
|
4,98
|
1,11
|
13,93
|
11.
|
DKI
Jakarta
|
1,17
|
0,45
|
3,25
|
12.
|
Jawa
Barat
|
4,04
|
0,95
|
11,24
|
13.
|
Banten
|
3,75
|
1,12
|
12,11
|
14.
|
Jawa
Tengah
|
9,66
|
1,56
|
22,96
|
15.
|
DI
Yogyakarta
|
8,51
|
0,60
|
20,49
|
16.
|
Jawa
Timur
|
11,48
|
2,52
|
26,28
|
17.
|
Bali
|
10,83
|
3,15
|
25,40
|
18.
|
Nusa
Tenggara barat
|
16,76
|
5,65
|
42,70
|
19.
|
Nusa
tenggara timur
|
12,37
|
5,81
|
25,98
|
20.
|
Kalimantan
Barat
|
9,97
|
4,24
|
25,03
|
21.
|
Kalimantan
tengah
|
3,14
|
1,22
|
9,10
|
22.
|
Kalimantan
selatan
|
4,34
|
1,50
|
11,81
|
23.
|
Kalimantan
Timur
|
3,01
|
1,11
|
8,92
|
24.
|
Sulawesi
Utara
|
1,15
|
0,67
|
2,06
|
25.
|
Gorontalo
|
5,31
|
3,29
|
10,59
|
26.
|
Sulawesi
Tengah
|
5,49
|
3,15
|
11,71
|
27.
|
Sulawesi
selatan
|
11,93
|
4,84
|
27,61
|
28.
|
Sulawesi
barat
|
12,39
|
6,49
|
28,39
|
29.
|
Sulawesi
tenggara
|
8,71
|
3,15
|
24,43
|
30.
|
Maluku
|
3,37
|
1,93
|
6,93
|
31.
|
Maluku
Utara
|
3,99
|
1,87
|
10,31
|
32.
|
Papua
|
35,92
|
34,83
|
40,95
|
33.
|
Papua
Barat
|
7,59
|
5,53
|
14,90
|
|
Indonesia
|
7,19
|
2,30
|
17,89
|
Dengan karakteristik
untuk dapat mencapai target sasaran penurunan buta huruf harus diperluas ke
penduduk berusia tua. Sejumlah
provinsi dengan tingkat penyandang buta aksara cukup tinggi di antaranya Papua,
Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Barat, Kalimantan Barat, Nusa
Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara
Timur (NTT).
Secara global, Indonesia termasuk dalam daftar 34
negara yang angka buta hurufnya tinggi. Global Monitoring Report menyebutkan
negara Indonesia ada di peringkat ke
tujuh setelah antara lain China, India dan Bangladesh. Total angka buta huruf
di Indonesia tersebut di atas merupakan 9% dari jumlah total penduduk
Indonesia. Dua pertiga atau sekitar 66% di antaranya adalah perempuan yang
berlatar belakang keluarga miskin atau tinggal di daerah terpencil. Sekitar 77%
dari populasi buta huruf tersebut adalah orang dewasa berusia 45 tahun ke atas,
sedangkan sisanya berusia antara 15 tahun dan 45 tahun. Angka buta aksara
menurut jenis kelamin masih memperlihatkan ketertinggalan dan keterbatasan
kesempatan bagi perempuan dalam mengenyam pendidikan. Baik di perkotaan maupun di
perdesaan menunjukkan bahwa angka buta aksara pemuda perempuan lebih tinggi
dibanding laki-laki. Di samping itu, angka putus sekolah yang juga tinggi dan
peserta program pemberantasan buta huruf tidak dipelihara secara baik sehingga
kemampuannya merosot atau bahkan lenyap.
Buta aksara yang ada di Indonesia sebenarnya telah
ada sejak zaman penjajahan. Dari pihak negara penjajah memang telah disengaja
agar rakyat Indonesia menjadi lebih terbelakang dan bodoh-bodoh agar nantinya
tidak merugikan mereka yang menjajah. Pada masa tersebut, tidak ada sekolah
untuk rakyat yang bukan keturunan “ningrat”, sehingga rakyat Indonesia yang
miskin sama sekali tidak ada kesempatan untuk mengenyam pendidikan dan
terjadilah buta aksara. Hal ini sama sekali tidak menguntungkan rakyat
Indonesia sendiri, karena menjadikan penjajah makin lama menduduki Indonesia.
Buta huruf bukan sekadar tidak mampu membaca dan
menulis, melainkan berpotensi menimbulkan serangkaian dampak yang sangat luas.
Kesuksesan penuntasan buta aksara bisa meningkatkan indeks atau kualitas
pembangunan manusia. Dan sebaliknya, kegagalan penuntasan buta aksara akan
berdampak negatif, tidak cuma pada penurunan indeks pembangunan manusia, tapi
juga menjadi penghambat pembangunan pada sektor lainnya. Pemberantasan buta
aksara tidak dapat langsung dilaksanakan. Namun memerlukan waktu dan perancangan program yang
tepat.
Dirjen PLSP Depdiknas Fasli Jalal (2004) mengatakan,
buta aksara disinyalir menjadi salah satu penghambat suksesnya wajib belajar 9
tahun. Dan berdasarkan penelitian, kalau orangtua buta aksara, maka ada
kecenderungan anaknya tak sekolah; jikapun sekolah, berpotensi untuk putus
sekolah.
Tinggi
dan masih bertambahnya jumlah buta aksara karena masih ditemukan banyak siswa
usia SD yang tidak sekolah atau putus sekolah. Putus sekolah anak SD ini,
lanjutnya menjadi penyumbang terbesar bagi bertambahnya jumlah buta aksara di
Indonesia karena menurut penelitian UNESCO, jika peserta pendidikan sekolah
dasar mengalami putus sekolah khususnya ketika dia masih duduk di kelas I
hingga kelas III, maka dalam empat tahun tidak menggunakan baca tulis hitungnya,
maka mereka akan menjadi buta aksara kembali. Belum lagi masih banyak anak
Indonesia yang belum memiliki kesempatan untuk masuk sekolah karena orang tua
atau keluarganya tidak mampu. Kondisi ini memaksa orang tua untuk mempekerjakan
anak mereka untuk mendatangkan pemasukan tambahan bagi keluarga. Indonesia
dapat dikatakan negara yang tergolong cepat dalam pemberantasan buta aksara.
Bahkan hal ini telah diakui oleh badan-badan dunia seperti UNESCO, UNICEF,
serta WHO. Hal ini menjadi sebuah prestasi tersendiri bagi pemerintah Indonesia
khususnya. Oleh karena itu, setiap tahunnya pemerintah mempunyai target sendiri
dalam upaya memberantas buta aksara.
Mengingat pentingnya penuntasan buta aksara, maka
sejak tahun 1946 sampai kini Pemerintah RI memprogramkan pemberantasan buta
aksara tersebut. Gerakan Pemberantasan Buta Aksara secara besar-besaran mulai
dilakukan di bawah pemerintahan Presiden Soekarno. Program yang berlanjut
dengan program belajar Paket A teringrasi pendidikan mata pencaharian. Keberhasilan
program ini ditandai dengan penghargaan dari UNESCO berupa Avicenna Award
kepada Presiden Soeharto di tahun 1994. Pada tanggal 2 Desember 2004 Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono mendeklarasikan Gerakan Nasional Percepatan
Pemberantasan Buta Aksara. Untuk mewujudkan hal itu, tahun 2006 keluar
instruksi presiden nomor 5 tahun 2006 Gerakan Wajib Belajar 9 Tahun. Namun
ternyata GPBA di Indonesia belum sepenuhnya menjangkau setiap daerah.
C.
PENYEBAB BUTA HURUF DI INDONESIA
Faktor-faktor
yang membuat seseorang menjadi buta aksara, diantaranya:
1. Penyebab buta aksara yang terjadi di
Indonesia adalah karena mereka tidak pernah bersekolah sama sekali atau putus
sekolah yang disebabkan oleh banyak faktor yang diantaranya adalah faktor
budaya, sosial, politik, ekonomi, dan gender.
2. Kemiskinan.
Kemiskinan adalah faktor utama yang membuat seseorang menjadi buta aksara karena untuk makan sehari-hari juga masih sulit apalagi untuk mengenyam bangku sekolah, meskipun sekarang sudah yang namanya Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tapi dana tersebut banyak di korupsi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Kemiskinan adalah faktor utama yang membuat seseorang menjadi buta aksara karena untuk makan sehari-hari juga masih sulit apalagi untuk mengenyam bangku sekolah, meskipun sekarang sudah yang namanya Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tapi dana tersebut banyak di korupsi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
3. Jauh dengan layanan pendidikan.
Layanan
pendidikan yang jauh juga menjadi faktor seseorang menjadi buta aksara, contohnya
saja di daerah pedalaman atau daerah terpencil sangat jauh ke sekolah dasar
sekalipun, apalagi ke sekolah lanjutan. Mereka yang di daerah terpencil harus
berangkat pagi-pagi sekali atau jam lima pagi karena jarak rumahnya dengan
sekolah sangat jauh.
4. Orang tua menganggap bahwa sekolah
itu tidak penting.
Orang tua menganggap bahwa sekolah adalah perbuatan yang sia-sia, tidak penting dan lebiih baik menyuruh anak mereka untuk membantu berladang, berternak, berjualan,menggembalaa hewan, atau bahkan mereka mereka menyuruh anak mereka untuk mengemis atau ngamen di jalan.
Orang tua menganggap bahwa sekolah adalah perbuatan yang sia-sia, tidak penting dan lebiih baik menyuruh anak mereka untuk membantu berladang, berternak, berjualan,menggembalaa hewan, atau bahkan mereka mereka menyuruh anak mereka untuk mengemis atau ngamen di jalan.
D.
CARA
PENYELESAIAN BUTA HURUF
Buta aksara dapat diselesaikan dengan
berbagai cara, diantaranya dengan:
1.
Mengurangi
jumlah anak yang tidak bersekolah.
Pemerintah harus berupaya untuk menekan anak usiaa sekolah
yang tidak sekolah dan putus sekolah yang diakibatkan oleh masalah kemiskinan,
maupun yang diakibatkan oleh jauh dari layanan pendidikan.Membuat cara-cara
baru dalam proses pembelajaran.
2.
Membuat
cara-cara yang baru yang asyik agar peserta didik tidak bosan untuk belajar dan
menjaga kemampuan beraksara bagi peserta didik.
3.
Adanya
niat baik dan sungguh-sungguh dari pemerintah.
Pemerintah harus mempunyai niat yang baik, sungguh-sungguh
dan serius untuk memberantas buta aksara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa
dan untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia.
4.
Pemerintah pusat bekerjasama dengan
pemerintah daerah beserta ormas-ormas lain untuk keberhasilan pelaksanaan
program ini agar angka buta aksara di Indonesia dapat berkurang semaksimal
mungkin. Diharapkan dengan adanya bantuan dari ormas lain, angka buta aksara
dapat berkurang lebih cepat dan lebih terarah.
5.
Pemerintah dapat bekerjasama dengan
dinas pendidikan dimana upaya pemberantasan buta aksara dilaksanakan oleh
perguruan tinggi, utamanya oleh mahasiswa. Hal ini dikarenakan: (pertama) para
mahasiswa dapat dijadikan sebagai tutor yang telah mempunyai bekal kemampuan
akademis dan usia yang masih muda sehingga mempunyai idealisme yang tinggi
dalam rangka pencapaian tugas yang akan dibebankan. (kedua) mahasiswa akan
lebih intens bertemu dengan warga belajar karena berada di lingkungan warga
belajar. (ketiga) dengan pendekatan ini diharapkan waktu untuk pemberantasan
akan empat kali lebih cepat dibanding dengan yang ditangani oleh Dinas
Pendidikan Kabupaten/Kota dan organisasi lain. (keempat) adanya sebuah fakta
bahwa nilai mahasiswa di mata masyarakat masih sangat tinggi sehingga
diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap program ini juga meningkat.
6.
Pemerintah mengeluarkan Instruksi
Presiden Nomor 5 tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan
Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara.
7.
Pemerintah menerapkan strategi untuk
pemberantasan buta aksara seperti yang diusulkan oleh UNESCO, yaitu (pertama)
pemetaan jumlah penyandang buta aksara secara tepat. (kedua) perluasan
informasi dan sosialisasi pentingnya melek aksara. (ketiga) pemberdayaan
sekolah formal dan nonformal bekerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat
(LSM). (keempat) program pendidikan membaca secara inovatif melalui kegiatan di
luar sekolah. (kelima) menjalin kemitraan dengan UNESCO.
8.
Perlunya
keterlibatan berbagai pihak dalam upaya percepatan pemberantasan buta aksara.
9.
Pemutakhiran data buta aksara secara
objektif dan komprehensif.
10.
Sosialisasi program pendidikan
keaksaraan kepada masyarakat luas, terutama pada masyarakat pedesaan agar
jumlah penduduk buta aksara menurun melalui berbagai media.
11.
Memperbesar alokasi dana penuntasan buta
aksara pada APBN dan APBD yang saat ini terkesan sangat kecil.
12.
Mempersiapkan, menyediakan dan
meningkatkan kapasitas penye-lenggaraan pendidikan keaksaraan fungsional
seperti ketenagaan, baik tenaga pelaksana maupun tutor, meningkatkan insentif
atau kesejahteraan bagi pelaksana, tutor dan penyelenggara pendidikan keaksaraan
fungsional lainnya, menyediakan sarana dan prasana pendidikan keaksaraan.
13.
Meningkatkan kinerja pendidikan dasar
bagi kelompok usia sekolah guna menghindari penambahan jumlah buta aksara
akibat bertambahnya angka putus sekolah.
14.
Menata sistem manajemen pendidikan
keaksaraan fungsional, yang berbasis pada masyarakat (community based
management), meliputi perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi.
15.
Menyelenggarakan proses pembelajaran
bagi orang dewasa (andragogi) secara efektif, partisipatif dan tematik.
16.
Menjalin kemitraan dengan stakeholders
seperti kerjasama dengan perguruan tinggi melalui berbagai aktivitas, di
antaranya program Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan Praktek Pengalaman Lapangan yang
berkelanjutan, terutama pada fase pemberantasan dan pembinaan. Dengan strategi
komprehensif seperti itulah akan bisa diberantas masalah buta aksara di negeri
ini.
17.
Media sosial bisa membantu pengentasan buta aksara di
Indonesia Pemerintah menganggap jika media
sosial bisa membantu pengentasan buta aksara di Indonesia. Selain media ini populer di tanah
air, keberadaannya digandrungi oleh anak-anak. Indonesia adalah pasar potensial
di dua media sosial mainstream tersebut. Untuk itulah pemerintah
melalui Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
(PAUDNI) Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata menganjurkan para pendidik dan
pengajar menggunakan media tersebut (internet) dalam proses belajar mengajar.
Inilah potensi plus yang dimiliki oleh Indonesia. Dari potensi ini sektor
pendidikan pun bisa digarap.
Pemberantasan buta aksara bukan saja tugas pemerintah semata
tapi itu tugas kita semua selaku generasi penerus bangsa. Jadi semua pihak
harus berpartisipasi untuk memberantas buta aksara, contohnya ibu-ibu PKK harus
ikut serta, organisasimasyarakat (Ormas), mahasiswa yag sedang Kuliah Kerja
Nyata (KKN), dan anggota TNI yang mempunyai program TNI Manunggal Aksara.
E.
KENDALA YANG DIHADAPI DALAM
PEMBERANTASAN BUTA HURUF
Banyak
sekali kendala yang dihadapi pemerintah untuk memberantas buta aksara mulai
dari peserta didik sampai kepada anggaran biaya untuk kegiatan tersebut.
Kendala tersebut dapat diperinci sebagai berikut:
1. Keterbatasan kemampuan peserta didik
berbahasa Indonesia sehingga proses pembelajaran terhambat. Peserta didik
biasanya tidak bisa menggunakan bahasa Indonesia sehingga terjadi kendala yang
dihadapi oleh pengajar yang mengajar karena tidak nyambungnya bahasa yang
dipergunakan, pengajar menggunakan bahasa Indonesia sedangkan peserta didik
berbahasa daerah.
2. Peserta didik kurang aktif dan masih
malu-malu untuk mengikuti pembelajaran. Peserta didik yang kurang aktif dalam
pembelajaran mungkin karena peserta didik bosen dan malas dalam Kegiatan
Belajar Mengajar (KBM) dan malu untuk mengikutinya. Sehingga banyak sehingga
yang sudah mengikuti kegiatan tersebut yang tidak melanjutkan lagi.
3. Masih adanya anak usia sekolah yang
tidak bersekolah. Masih banyak ditemui anak usia sekolah yang seharusnya
sekolah tapi mereka malah berada di tempat-tempat yang tidak layak, contohya
mereka mengamen dan mengemis di perempatan di kota-kota besar, ada juga yang
memulung sampah baik di tempat pembuangan sampah atau di jalan-jalan, kalau di
pedesaan banyak yang menggembalakan hewan ternaknya.
4. Banyak yang putus sekolah setip
tahunnya. Banyak anak usia sekolah yang sudah bersekolah setengah jalan tapi
tidak dilanjutkan atau putus sekolah. Hal ini disebabkan oleh factor
kemiskinan. Meskipun sudah ada Bantuan Operasional Sekolah tapi sebagian dari
mereka tidak menikmati dana tersebut karena diselewengkan oleh pihak-pihak yang
tidak bertanggung jawab.
5. Pengajar yang kurang Professional.
Pengajar harus seprofesional mungkin, pengajar harus mempunyai cara-cara dalam
proses pembelajaran dan pengajar harus di beri pelatihan lagi oleh dinas
pendidikan.
6. Program pemberdayaan bukan sebagai
program berkelanjutan tapi hanya program sesaat. Program memberantas buta
aksara yang seharusnya menjadi program berkelanjutan malah menjadi program yang
sesaat. Hal ini bisa terjadi karena pengajar dan peserta didik bosan dan bisa
juga anggaran atau gaji untuk para pengajar tidak lagi turun.
7. Kemampuan pemerintah (dalam
penyediaan dana) yang terbatas. Pemerintah harus menyediakan anggaran
pendidikan mininmal 20% di APBDnya, namun anggaran tersebut sering
diselewengkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
8. Banyak
masyarakat penyandang buta aksara sudah terlalu tua sehingga kemampuan menyerap
ilmu lebih lambat, belum lagi yang menderita gangguan pebgluhatan karena usia
mereka yang sudah tidak muda lagi.
9. Adanya
data yang tidak valid atau peserta fiktif. Hal ini dikarenakan mungkin karena
tidak ada peminat untuk mengikuti diklat dalam upaya pemberantasan buta aksara.
Mereka yang tidak ikut kebanyakan telah mempunyai kesibukan sendiri seperti
bekerja di saawah ataupun menjadi ibu rumah tangga.
10. Dalam
pelaksanaan program, terlalu memakan waktu sehingga tidak efisien bagi
mahasiswa yang mempunyai kesibukan sendiri.
F.
CONTOH
UPAYA NYATA YANG DILAKUKAN PEMERINTAH INDONESIA
Contoh nyata upaya pemerintah dalam program pengentasan buta aksara ini antara
lain pada tahun 2005, Depdiknas telah menyusun Rencana Strategis Pembangunan
Pendidikan Nasional; (Renstra Depdiknas) untuk tahun 2005 -2009 yang menitik
beratkan kepada terwujudnya kehidupan masyarakat, Bangsa dan Negara yang aman,
bersatu, rukun dan damai, terwujudnya masyarakat bangsa dan negara yang
menjunjung tinggi hukum, kesetaraan dan hak asasi manusia serta terwujudnya
perekonomian yang ampuh menyediakan kesempatan kerja dan penghidupan yang layak
serta memberikan pondasi yang kokoh bagi pembangunan yang berkelanjutan, yang
dilandasi keimanan, ketaqwaan dan akhlak mulia.
Guna mewujudkan itu, Menteri Pendidikan Nasional pada tahun
2006 sampai sekarang ini telah
menetapkan 3 pilar kebijakan pembangunan pendidikan agar setiap pengambil keputusan
dan operator pendidikan di pusat maupun daerah memiliki komitmen bersama
tentang pemerataan dan perluasan akses yang diarahkan pada upaya memperluas
daya tampung satuan pendidikan sesuai dengan prioritas nasional, serta
memberikan kesempatan yang sama bagi semua peserta didik dari golongan
masyarakat yang berbeda, baik secara sosial, ekonomi, gender, lokasi tempat
tinggal dan tingkat kemampuan intelektual serta kondisi fisik. Kebijakan
tersebut ditujukan untuk meningkatkan kapasitas penduduk Indonesia agar dapat
belajar sepanjang hayat dalam rangka pemenuhan hak warga negara terhadap
pendidikan.
Dari
contoh di atas, dapat kita simpulkan bahwa pendidikan sangatlah diutamakan,
demi terwujudnya esensi dari pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “mencerdaskan
kehidupan bangsa”. Sangat jelas di sini bahwa Pemerintah Indonesia sangat
menjunjung tinggi pendidikan dan selalu berupaya untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat melalui upaya pengentasan buta aksara, mulai dari
Wajib Belajar 9 tahun hingga sekolah gratis dan program pemberantasan buta
aksara yang diperuntukkan warga yang bukan anak-anak lagi. Namun pemberantasan
buta aksara tidak lagi cukup pada membuat warga yang belum melek huruf mampu membaca dan menulis. Program itu mesti
diarahkan dan diintegrasikan untuk memberdayakan masyarakat menjadi lebih
sejahtera. Upaya pemberantasan buta aksara diintegrasikan juga untuk membuat warga berdaya dalam bidang
ekonomi, sosial, budaya, dan kehidupan berbangsa. Tantangan sekarang bukan
sekadar buta aksara hilang, tapi membuat warga berdaya untuk memperbaiki taraf
hidup.
Pemerintah
telah menetapkan fokus pemberantasan buta aksara. Fokus pemberantasan buta
aksara tersebut terutama di daerah transmigrasi, pesisir, sekitar hutan, dan
kepulauan. Selain itu, sasaran juga
diperkuat bagi masyarakat perbatasan, masyarakat perkotaan yang belum
terlayani, santri/pesantren tradisional, serta komunitas adat terpencil. Hal
ini dikarenakan, masyarakat yang tinggal di daerah ini belum mampu secara
ekonomi untuk menuntaskan belajar formal mereka, serta kurangnya tenaga
pengajar yang ada di daerah ini.
Pemberantasan
buta aksara merupakan salah satu fokus penting untuk memperbaiki indeks
pembangunan manusia di tiap-tiap daerah. Berhasilnya program pemberantasan buta
aksara akan membuat warga percaya diri dan berdaya untuk keluar dari kemiskinan
dan keterbelakangan.
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Buta aksara adalah ketidakmampuan seseorang untuk membaca
dan menulis. Indonesia mempunyai banyak masyarakat yang masih
buta huruf. Angka buta aksara di
Indonesia masih tergolong tinggi mengingat banyaknya angka putus sekolah serta
masyarakat yang belum mampu untuk membiayai sekolah. Pemerintah sendiri
mempunyai berbagai cara untuk mengurangi angka buta aksara di Indonesia. Cara
yang ditempuh dapat dilaksanakan melalui program sekolah gratis, bekerjasama
dengan dinas pendidikan maupun ormas lain untuk memberikan diklat khusus kepada
penyandang buta aksara, mengurangi
jumlah anak yang tidak bersekolah, dll
Namun banyak sekali kendala yang dihadapi pemerintah untuk
memberantas buta aksara mulai dari peserta didik sampai kepada anggaran biaya
untuk kegiatan tersebut.
B. SARAN
Seharusnya pemerintah harus lebih
tegas dalam merancang sebuah program agar pada akhirnya suatu program dapat terlaksana
dengan baik. Selain itu, pemerintah harus bekerjasama dengan pihak lain agar
angka buta aksara di Indonesia dapat berkurang. Harus ditambahnya tenaga pengajar dan diberikan
pelatihan-pelatihan lagi. Semua pihak harus ikut berpartisipasi. Apalagi pihak
akademisi harus berperan aktif untuk mremberantas masalah buta aksara ini,
misalnya mahasiswa harus mengajar satu orang yang buta aksara.
DAFTAR
PUSTAKA
Permana,
Heru Hairudin. 2011. Buta Huruf. http://herhaiper.blogspot.com/2011/06/buta-huruf.html.
Diakses pada tanggal 01 November 2012.
Yuliana.
2007. Buta Aksara di Indonesia. http://yuliartikel.blogspot.com/2007/11/buta-aksara-di-indonesia.html.
Diakses pada tanggal 01 November 2012.
Wilastinova, Reny Fatma. 2011. Upaya Pemberantasan Buta Aksara di
Indonesia. http://renyfatma.wordpress.com/2011/04/13/upaya-pemberantasan-buta-aksara-di-indonesia/. Diakses
pada tanggal 01 November 2012.
Ratman, Dadang Rizki. 2011. Persentase Pemuda yang Buta Aksara Menurut
Kelompok Umur, Jenis Kelamin dan Tipe Daerah (2009). http://kppo.bappenas.go.id/preview/236. Diakses pada tanggal 01 November 2012.
“Pemberantasan Buta Aksara di Indonesia
Belum Merata”. Metrotvnews 8
September 2012. http://www.metrotvnews.com/read/newsvideo/2012/09/08/159044/Pemberantasan-Buta-Aksara-di-Indonesia-Belum-Merata. Diakses pada tanggal 01 November
2012.
good articles
BalasHapus