Selasa, 27 November 2012

Kemampuan Berpikir


BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Cara berpikir anak berbeda dari cara berpikir oramg dewasa. Cara anak mengamati dunia sekitarnya dan mengorganisasikan pengetahuannya yang didapatnya berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu anak memahami dunia dengan cara yang berbeda dan hidup dengan pandangan hidup yang berbeda pula. Itu pulalah alasan mengapa setiap orang yang melayani anak, perlu memahami secara mendalam perkembangan berpikir anak tersebut.
I.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut :
a.    Bagaimanakah teori perkembangan berpikir anak menurut Piaget?
b.    Apa saja kemampuan berpikir anak tinggkat sekolah dasar?
c.    Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kemampuan berpikir anak tingkat sekolah dasar?
I.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai penulis adalah :
a.    Untuk mengetahui teori perkembangan berpikir anak menurut Piaget.
b.    Untuk mengetahui berbagai kemampuan berpikir anak tinggkat sekolah dasar.
c.    Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kemampuan berpikir anak tingkat sekolah dasar.

I.4 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi uraian tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II PEMBAHASAN
Bab ini berisi pembahasan tentang perkembangan berpikir.
BAB III PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran.


BAB II
PEMBAHASAN

II.A Tinjauan Selintas Teori Perkembangan Berpikir Menurut Piaget
Piaget berpendapat bahwa dimana pun anak seantero dunia ini, akan mengalami empat periode perkembangan berpikir yaitu periode berpikir sensorimotorik, periode berpikir preoperasional, periode berpikir konkret, dan periode berpikir formal atau abstrak yang berlangsung dari lahir sampai remaja. Tidaklah setiap anak mencapai suatu periode perkembangan tertentu dalam waktu yang sama persis. Akan ditemui sedikit perbedaan umur dalam memasuki periode perkembangan berpikir tertentu, meskipun mereka dalam perkembangan yang normal. Pada anak-anak yang mentalnya terbelakang perkembangan dari periode yang satu ke periode yang lainnya dapat dicapai pada umur yang berbeda dengan anak-anak normal, karena anak yang bermantal terbelakang perkembangan berpikirnya lebih lambat dari pada perkembangan berpikir anak normal (Mac Millan, 1977).
1.    Perkembangan Berpikir Sensorimotorik 0 – 2 tahun
Dinamakan perkembangan sensorimotorik karena anak memahami lingkungannya dengan melalui pengindraan (sensori) dan melalui gerakan-gerakan (motorik). Misalnya anak memahami tangannya dapat diisapnya. Periode sensorimotorik dapat dibagi menjadi enam fase yaitu :
a.    Umur 1 (satu) bulan (fase pertama)
1)         Kemampuan berpikir reflek.
2)         Kemampuan menggerak-gerakkan anggota badan walaupun belum terkoordinasi.
3)         Kemampuan untuk mengakomodasi dan mengasimilasikan berbagai kesan yang diterimanya dari lingkungannya.
b.   Umur 1 – 4 bulan (fase kedua)
Kemampuan memperluas schemata yang dimilikinya secara hereditas.

c.    Umur 4 – 8 bulan (fase ketiga)
Dipahaminya hubungn antara perlakuannya terhadap benda dengan akibat yang terjadi pada benda itu.
d.   Umur 8 – 12 bulan (fase keempat)
1)   Kemampuan memahami bahwa benda “tetap ada” walaupun untuk sementara menghilang, dan pada waktu yang akan datang dapat muncul kembali.
2)   Kemampuan melakukan berbagai percobaab (eksperimen).
3)   Kemampuan menentukan tujuan kegiatan tanpa tergantung kepada orang tua.
e.    Umur 12- 18 bulan (fase kelima)
1)   Kemampuan untuk meniru.
2)   Kemampuan untuk melakuakn berbagai eksperimen terhadap lingkungan lebih lancer.
f.    Umur 18 – 24 bulan (fase keenam)
1)   Kemampuan untuk mengingat dan berpikir.
2)   Kemampuan untuk berpikir dengan mempergunakan simbol – simbol bahasa sederhana.
3)   Kemampuan berpikir untuk memecahkan masalah sederhana, sesuai dengan tingkat perkembangannya.
4)   Kemempuan memahami diri sendiri sebagai individu mulai berkembang.

2.    Perkembangan Berpikir Preoperasional 2 – 6 tahun
Periode berpikir preoperasional berlangsung antara dua tahun sampai enam tahun. Pada periode ini anak telah mempergunakan aktivitas mental dalam berpikir. Misalnya anak telah dapat mengkombinaikan dan mentransformasikan berbagai informasi
Ciri khas perkembangan berpikir anak pada periode preoperasional adalah cara berpikir mereka yang egosentris, yakni menganggap benar apa yang dipikirnya, walaupun kadang tidak sesuai dengan kenyataan. Tingkah laku anak yang seedang dalam berpikir egosenteris dapat dilihat dari tingkah laku berikut ini, yaitu :
a.         Berpikir imaginatif
Anak yang berpikir imaginatif menganggap        bahwa khayalan-khayalan sebagai suatu      realita. Oleh karena itu muncullah “dusta       khayal”. Orang tua hendaknya memberi      kesempatan kepada anaknya untuk mengembangkan khayalan anak itu, yaitu         dengan cara mendengarkan cerita anak tentang khayalannnya.
b.        Berbahasa egosentris
Anak yang berpikir egosentris hanya mampu berdialog dengan dirinya sendiri, karena pikirannya tertuju pada dirinya sendiri. Anak belum mampu berdialog dengan orang lain. Berbahasa egosentris sering muncul pada anak umur 2 – 3,5 tahun.
c.          memiliki “aku” yang tinggi
Anak hanya memahami pemikirannya sendiri. Anak pada periode ini menuntut orang lain mengerti pikirannya, namun ia belum mampu mengerti pikiran orang lain. Anak ini cenderung tidak mau mengikuti aturan yang selama ini selalu dipatuhinya.
d.        Menampakkan dorongan ingin tahu yang tinggi.
Dorongan ingin tahu yang tinggi, dapat diperlihatkan anak dalam tingkah laku bertanya yang banyak dan terus-menerus tentang suatu objek sampai ia merasa puas. Makin bertambah usia mereka, maka kualitas pertanyaan berkembang. Mereka ingin tahu lebih banyak tentang sangkut paut antara berbagai objek dan berbagai peristiwa yang mereka alami. Makin tinggi intelektual dan makin berkembang kepribadian anak maka makin tinggi pula dorongan anak untuk bertanya. Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menjawab pertanyaan anak, yaitu:
1.    Menjawab pertanyaan anak dengan cara yang mudah dimengerti anak. Hindarilah jawaban yang sulit dipahami anak.
2.    Menjawab pertanyaan anak dengan cara yang jujur. Jangan memberikan pertanyaan yang membohongi anak.
3.    Menampakkan penghargaan terhadap pertanyaan anak. Jauhi sikap meremehkan atau merendahkan pertanyaan anak.
Jika orang tua menjawab pertanyaan anak dengan memperjatikan tiga hal di atas, maka perkembangan berpikir anak akan meningkat. Sebaliknya, jika orang tua mengabaikan ketiga hal di atas maka kemampuan berpikir anak sulit berkembang dengan baik. Jika orang tua menjawab pertanyaan anak dengan menyatakan yang tidak benar, atau membohongi anak, maka akan timbul sikap tidak percaya anak terhadap orang tua. Jika sikap tidak percaya terhadap orang tua tersebut berlangsung sampai remaja, maka anak enggan membicarakan persoalan-persoalan yang dihadapinya sewaktu remaja kepada orang tuanya dan anak akan mencari orang lain untuk oarang menyelesaikan permasalahannya yaitu teman sebanyanya yang juga belum dapat memberikan jawaban yang benar. Keadaan ini dapat menjadikan si remaja memiliki konsep yang salah tentang berbagai persoalan di atas dan sebagai akibatnya si remaja bertingkah laku yang salah pula. Orang tua yang mengabaikan atau merendahkan pertanyaan anak dapat menjadikan anak menjadi individu yang pasif. Andaikan terjadi pada diri anak yang dalam berpikir egosentris, keinginan bertanya yang rendah maka otang tualah yang seharusnya memberikan pertanyaan-pertayaan, sehingga anak terangsang untuk berpikir.
e.         Perkembangan bahasa yang pesat.
Menurut owen, froman dan moscow (1981), anak pada periode ini telah menguasai kata-kata antara 200 – 2000 kata.  Berbahasa yang banyak dan benar, sangat menunjang peningkatan perkembangan berpikir anak. Menciptakan situasi yang memungkinkan anak berbahasa dengan baik dan benar, dapat membantu perkembangan bahasa anak.
3.    Periode Berpikir Konkret 6/7 – 11/12 tahun
Dikatakan periode berpikir konkret, kerena pada periode ini anak hanya mampu berpikir dengan logika jika untuk memecahkan persoalan-persoalan yang sifatnya konkret atau nyata saja, yaitu dengan cra mengamati atau melakukan sesuatu yang berkaitan dengan pemecahan persoalan-persoalan itu. Anak hanya mampu menyelesaikan masalah-masalah yang divisualkan, dan sangat sulit bagi anak untuk memahami masalah-masalah yang sifatnya verbal. Misalnya, kita katakan kepada anak kelas 4 sebagai berikut : saya mempunyai tida batang pensil, pensil kuning, merah, dan biru. Pensil merah lebih panjang dari pada pensil kuning, tetapi lebih pendek dari pada pensil biru. Pensil manakah yang paling panjang? Anak-anak ini akan menjadi bingung untuk manjawab. Tetapi jika kita gambarkan di papan tulis pensil-pensil yang dimaksud, maka dengan mudah mereka menjawabnya.
4.    Perkembangan Berpikir Formal
Anak mencapai kemampuan berpikir formal I ditandai oleh dikuasainya kemampuan-kemampuan berikut ini :
a.       Kemampuan berpikir abstrak, yaitu kemampuan menghubungkan berbagai konsep tanpa disertai perirtiwa atau benda-benda konkret.
b.      Kemampuan berpikir logis dengan objek-objek yang abstrak. Kemampian ini penting dalam berpikir ilmiah.
c.       Kemampuan untuk mengintropeksi diri seendiri, sehingga kesadaran diri sendiri tercapai.
d.      Kemampuan untuk membayangkan peranan-peranan yang diperankan sebagai orang dewasa.
e.       Kemampuan untuk menyadari dan memperhatikan kepentingan masyarakat di lingkungannya dan seorang dalam masyarakat tersebut.
Dengan tercapainya berbagai kemampuan seperti di atas maka anak telah mencapai kemanpuan berpikir sebangai seorang dewasa.
II.B Kemampuan Berpikir Anak Tingkat Sekolah Dasar
     Pada masa anak memasuki Sekolah Dasar, anak mulai memasuki periode berpikir konkret. Hal itu menunjukan bahwa anak telah memiliki kemampuan-kemampuan berpikir konkret. Berbagai kemampuan yang dimiliki anak dengan dicapainya kemampuan berpikir konkret diantaranya adalah :
1.   Kemampuan berpikir dengan mempergunakan simbol-simbol, seperti angka, huruf, maupun simbol-simbol operasi dalam matematika seperti +,-,x,:,= dan lain-lain.
2.   Kemampuan berpikir tetap (konservasi) diperoleh secara berangsur-angsur dengan masuknya anak ke periode berpikir konkret. Anak sudah memahami bahwa jumlah sekumpulan objek tidak akan berubah apabila diletakkan dalam susunan yang berubah. Misalnya, suatu zat pada benda akan berjumlah tetap meskipun benda itu dibagi-bagi atau bentuknya dirubah. Pada kemampuan ini anak berumur 7-8 tahun. Demikian juga ketetapan luas dapat dikuasai pada periode ini. Misalnya, luas suatu daerah yang dipotong-potong dan susunan potongan-potongan itu dirubah, maka luasnya akan tetap. Sedangkan pada anak berumur 9-12 tahun, anak dapat  memahami ketetapan berat. Contohnya sebongkah tanah liat akan tetap sama, walaupun bentuk tanah liat itu dirubah. Pada umur 11 atau 12 tahun anak akan memahami konsep ketetapan isi. Sebagai contoh, isi sebuah gelas yang pendek jika dimasukan ke gelas yang tinggi isinya tetap.
3.   Kemampuan memahami bahwa objek dapat dikelompokan menurut kriteria tertentu. Sebagai contoh, anak dapat membagi objek menjadi dua kelompok, misalnya kelompok alat tulis dan kelompok alat memasak. Anak yang memiliki kemampuan intelektual untuk mengelompokan berbagai objek dapat menyelesaikan persoalan sebagai berikut: “Apakah semakin banyak pensil, akan semakin banyak alat tulis?”. Dengan menjawab “Ya”, berarti anak mampu memahami hubungan kelompok kecil dengan kelompok yang lebih besar.
4.   Kemampuan memahami konsep identitas dapat dikuasai karena telah dimilikinya kemampuan berpikir tetap. Anak menyadari bahwa benda-benda memiliki zat-zat yang abadi yang berupa sifat-sifat khas dari suatu benda. Benda itu akan tetap zatnya walaupun dibagi-bagi, dirubah bentuk atau dipindahkan.
5.   Anak pada periode konkret akan memahami konsep kompensasi atau suatu perubahan yang bersifat timbal balik, anak mampu memahami konsep kompensasi dengan jalan yang mengamati bahwa bumbung yang lebih besar dapat memuat air yang lebih banyak dibandingkan dimuat oleh sebuah gelas. Tetapi, isi bumbung itu dapat ditampung oleh beberapa gelas.
     Dengan dicapainya berbagai kemampuan berpikir diatas, maka anak dapat belajar tentang berbagai sifat dan hubungan-hubungan yang ada antara objek-objek yang mereka temui. Anak mampu memahami hubungan yang logis dan menyangkut pengalaman-pengalaman mereka.
     Menurut Erikson, tingkah laku anak Sekolah Dasar sebagai akibat tercapainya kemampuan berpikir konkret adalah tingkah laku aktif produktif, yaitu anak memiliki ide yang banyak yang ingin mereka realisasikan dalam bentuk hasil tertentu, diantaranya:
1.   Anak senang melakukan bermacam-macam kegiatan yang membawa hasil. Seperti, menangkap ikan di sungai dan mencari kayu di hutan.
2.   Anak suka membuat berbagai jenis mainan atau alat-alat yang secepatnya dapat mereka manfaatkan dalam bermain. Seperti, mobil-mobilan dari barang bekas, kuda-kudaan dari pelepah pisang, dan mainan lainnya yang bisa mereka buat dari bahan-bahan yang ada dilingkungannya.
     Anak dalam periode ini tidak tertarik untuk membuat benda-benda yang prosesnya panjang atau menuntut hasil dengan kualitas tertentu, karena tujuan mereka membuat sesuatu barang bukan untuk meningkatkan hasil yang bersifat ekonomis, tetapi hanya untuk sekedar pemuasan ide dan kesenangan bermain. 
II.C.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Berpikir Anak Tingkat Sekolah Dasar
     Ada dua faktor yang mempengaruhi perkembangan berpikir anak yaitu faktor hereditas dan faktor  lingkungan.
1.Faktor Heriditas
Anak semenjak dari dalam kandungan telah memiliki sifat-sifat yang menentukan daya kerja intelektualnya.Secara potensial anak telah membawa kemungkinan,apakah akan menjadi berkemampuan berpikir setaraf normal,diatas normal atau dibawah normal. Namun keadaan yang bersifat potensial ini tidak akan terealisasi secara optimal apabila lingkungan kurang memberi kesempatan dan kurang memberikan rangsangan yang sesuai.Oleh karena itu peranan lingkungan sangat menentukan perkembangan intelektual anak.
2.Faktor Lingkungan
a.Keluarga
Keluarga dapat mempengaruhi perkembangan berpikir anak dengan cara memberi kesempatan bagi anak merealisasikan ide-idenya,menghargai ide-ide tersebut dan memuaskan dorongan ingi tau.Yang paling penting dilakukan orang tua adalah memberikan pengalaman kepada anak dalam berbagai bidang kehidupan,sehingga ia memiliki informasi atau pengetahuan yang banyak yang merupakan alat bagi anak untuk berpikir.Suatu penelitian yang dilakukan oleh Belmont dan Marolla,(1973) yang menyangkut pengaruh pemberian perhatian orang tua terhadap perkembangan berpikir anak,mendapatkan kesimpulan bahwa anak-anak yang bersaudara banyak lebih rendah ketrampian intelektualnya dibandingakan dengan anak yang bersaudara lebih sedikit.Hal ini disebabkan karena kurangnya perhatian orang tua,untuk masing-masing anak jika jumlah anak banyak atau orang tua harus membagi perhatiannya.
b.Sekolah
Sekolah merupakan lembaga formal yang diberi tanggung jawab untuk meningkatkan perkembangan anak,termasuk perkembangan berpikir mereka.Banyak cara yang dapat dilakukan oleh guru dalam meningkatkan perkembangan beepikir anak SD,diantaranya adalah  sebagai berikut:
1)   Menciptakan interaksi yang akrab dengan murid.Cara guru membahas,menanggapi dan berpendapat tentang suatu masalah atau objek akan mengimbas kepada murid-muridnya.Melalui pertanyaan-pertanyaaan yangndiberikan oleh guru dapat meningkatkan ide dan kreativitas murid dalam menjwab pertanyaan dari guru.Sat hal yang tak kalah pentingnya yang perlu dilakukan dalam berinteraksi dengan muridnya adalah mengembangkan kemampuan berpikir murid itu adalah menghargai pendapat,ide-ide dan aspirasi mereka (Gallagher dan Ashner.19630.
2)   Menurut Piaget,yang dikemukakan oleh Thonburg(1984).Interaksi dengan orang tua atau objek-objek dilingkungan asli anak mempunyai pengaruh yang lebih kuat terhadap perkembangan berpikir anak dari pada pengaruh yang ditimbulkan oleh pengetahuan-pengetahuan yang disampaikan melalui cerita atau cara-cara yang bersifat verbal.Disamping itu dengan membawa anak kepada objek-objek dalam lingkungan,seperti objek-objek budaya,ilmu pengetahuan dan lain-lainnya yang sejenis yang dapat pula menunjaang perkembangan berpikir anak.
3)   Meningkatkan kemampuan berbahasa murid,baik melalu media-media cetak maupun menyediakan situasi yang memungkinkan murid berpendapat atau mengemukakan ide-idenya sangat besar manfaatnya bagi perkembangan berpikir murid.Oleh karena itu pelajaran bahasa sangat penting diberikan kepada anak,karena memungkinkan anak belajar cara-cara mengungkapkan pikiran atau ide-idenya dengan bahasa yang tepat dan benar.
4)   Menjaga dan meningkatkan pertumbuhan fisik anak,baik melaluikegiatan olah raga maupun penyediaan gizi yang cukup.Penting bagi perkembangan anak.Anak yang terganggu secara fisik,perkembangan berpikirnya akan terganggu juga.Seperti dikemukakan oleh Owen(1981),bahwa kekuatan biologis penting sekali bagi anak untuk mencapai kemampuan berpikir yang sudah sepantasnya mereka kuasai.   







BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Piaget berpendapat bahwa semua anak akan mengalami empat periode perkembangan berpikir yaitu periode berpikir sensorimotorik, periode berpikir preoperasional, periode berpikir konkret, dan periode berpikir formal atau abstrak yang berlangsung dari lahir sampai remaja.
1.      Perkembangan berpikir sensorimotorik 0 – 2 tahun
2.      Perkembangan berpikir preoperasional 2 – 6 tahun
3.      Periode berpikir konkret 6/7 – 11/12 tahun
4.      Perkembangan berpikir formal
Pada masa anak memasuki Sekolah Dasar, anak mulai memasuki periode berpikir konkret. Hal itu menunjukan bahwa anak telah memiliki kemampuan-kemampuan berpikir konkret.
Ada dua faktor yang mempengaruhi perkembangan berpikir anak yaitu faktor hereditas dan faktor  lingkungan.
III.2 Saran
Semua anak akan mengalami empat periode perkembangan berpikir yaitu periode berpikir sensorimotorik, periode berpikir preoperasional, periode berpikir konkret, dan tidaklah setiap anak mencapai suatu periode perkembangan tertentu dalam waktu yang sama persis. Selain itu cara berpikir anak berbeda dari cara berpikir orang dewasa, sehingga setiap orang yang melayani anak perlu memahami secara mendalam perkembangan berpikir anak tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

Brunner. J.S. 1964. The Course of Cognitive Growth. American Psychologist. 19: 158-160.
Gallagher, J.J & Ashner, M.J.M. 1963. Preliminary Reports: Analyses of Classroom Interaction. New York:John Wiley & Sons,Inc.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar